The Kite Runner Novel Review illustration

Ulasan Novel The Kite Runner

Keberanian adalah suatu yang mahal. Pengakuan adalah keberanian. Penyesalan itu menghantui, menyakitkan serta mengundang kebodohan.

25 Jan 2024 · 2 menit baca

Link berhasil di copy

8.5/10

Seingat saya, seumur hidup saya tidak pernah menangis karena menonton film ataupun membaca buku novel. Bagi saya, bersedih boleh, tapi air mata lebih layak ditumpahkan untuk menangisi gunungan dosa, kepahitan yang dirasakan orang yang diperlakukan tidak adil, juga kerinduan untuk menjadi seorang yang baik.

Buku ini bagaimanapun meninggalkan kesedihan terdalam dari semua novel yang pernah saya baca. Mengisahkan penyesalan yang menganga karena laku pengecut dan pengkhianatan, yang barangkali kebanyakan orang akan melakukan kepengecutan serupa dalam kondisi yang sama.

Novel emosional ini mengisahkan dua orang sahabat, Amir dan Hassan, yang tinggal di kota Kabul Afghanistan. Amir adalah anak seorang kayaraya pengusaha karpet besar di Kabul, dan Hassan adalah anak dari penjaga rumah Ayah Amir. Meski secara status mereka berbeda, tuan dan sahaya, Amir tetap berlaku baik pada Hassan. Hassan pun begitu loyal pada Amir.

Kala itu, permainan layangan menjadi kegemaran semua anak di Kabul. Di sore hari anak-anak bermain hingga petang, menerbangkan layangan tinggi-tinggi, dan tentu beradu ketangkasan layangan siapa yang paling banyak memutus benang pemain lain. Namun, ada yang tak kalah bergengsi dari pemain layangan yang handal, yaitu pengejar layangan yang putus. Hassan adalah yang terbaik.

Suatu saat, Amir memenangkan adu layangan dan menjadi layangan terakhir yang terbang. Hassan dengan kecintaan pada tuan dan sahbatnya melakukan pengejaran terbaiknya untuk mendapatkan layangan putus terahir. Amir pun mengejar Hassan, meski terpaut cukup jauh, tapi ia juga ingin menemani Hassan mendapatkan layangan putus tersebut sebagai trofi kemenangannya.

Naas, saat Hassan telah mendapatkan layangan tersebut, terjadi suatu hal begitu menyesakkan, dan Amir dibalik tembok memergokki kejadian tersebut, tak berani menolong Hassan. Amir berdiam saja melihat kejahatan yang dilakukan sekelompok pemuda amoral kepada Hassan, lalu mundur dan berlari pulang.

Sesampainya di rumah, Hassan dengan badan gemetar dan mata merah karena tangis menyerahkan layangan kepada Amir. Namun setelah itu semuanya tak sama. Amir yang dihantui penyesalan menjauhi Hassan. Hassan pun bingung apa kesalahannya kepada tuannya Amir.

Menceritakan kembali isi dari novel ini membawa memori yang menyesakkan. Keberanian adalah suatu yang mahal. Pengakuan adalah keberanian. Penyesalan itu menghantui, menyakitkan serta mengundang kebodohan.

Emot's Space © 2024